5 Tips Menulis Ala J.K Rowling Pengarang Harry Potter
Mau bisa menulis Maha karya novel seperti Harry Potter ?baca yuk 5 hal yang bisa kita pelajari dari cara menulis J.K. Rowling:
1. Ketekunan.
Rowling mendapatkan ide mengenai Harry Potter pada tahun 1990, dan menghabiskan 17 tahun untuk mengerjakannya sebelum dia menyelesaikan seri terakhir novel tersebut, Harry Potter and the Deathly Hallows, pada 2007. 17 tahun melebihi rentang waktu seorang anak dalam menempuh jenjang Taman Kanak-Kanak sampai SMU.
Tips: Kita mungkin saja memulai sebuah proyek menulis dan masanya akan tiba—hari, minggu, atau bulan—dimana kita akan merasa bosan, frustasi, bahkan ingin rasanya berteriak meninggalkan itu semua selama-lamanya. Tapi lihatlah jika kita berhasil mengatasi itu. Berpikir menyeluruh.
2. Rowling menulis biografi di websitenya bahwa dia sedang berada di dalam kereta ketika ide mengenai Harry Potter melintas di benaknya. Dia tak memiliki kertas ataupun pena, sehingga dalam 40 jam perjalanan dengan kereta itu, hal yang ia lakukan hanyalah berpikir. Rowling memaksa dirinya untuk terus merenung agar dapat menyimpan setiap detail kisah Harry Potter. “Menurutku, jika saat itu aku langsung menulisnya di kertas, aku justru akan memperlambat segala ide yang muncul.”
Tips: Jangan terlalu cepat menulis sebuah ide. Pikirkan juga mengenai struktur, konsep, kesimpulan, dan cara bercerita yang akan kita terapkan sebelum menuliskannya. (Catatan: cara ini termasuk keunikan yang dimiliki Rowling. Sebagian besar penulis justru menulis secara acak setiap idenya di mana dan kapan pun itu. Mereka sering khawatir jika saja ide itu terlupakan apabila tak segera dituliskan).
3. Jika ide cerita cukup menarik, teknik menulis bisa menjadi sekunder. Rowling bukanlah penulis sekaliber Ernest Hemingway. Harry Potter dan Batu Bertuah bukan pula judul yang melegenda seperti, misalnya, di Indonesia orang banyak mengenal wiracarita Ramayana. Tulisan di novel pertamanya itu lebih mirip catatan jalan-jalan biasa. Tapi kalau kita melihat ide ceritanya, boleh jadi tak akan banyak orang yang bisa menyamainya.
Tips: Kalau kita memiliki sebuah kisah yang menarik, ceritakanlah. Orang lebih tertarik pada ide cerita terlebih dahulu, meskipun jika kita juga memiliki kemampuan menulis yang memadai, cerita itu akan lebih menarik lagi.
4. Keyakinan diri.
Pada saat memulai Harry Potter, Rowling adalah single mother yang harus berjuang menafkahi diri dan anaknya. Dia tak memiliki koneksi dengan industri penerbit, juga wadah untuk melakukan itu semua.
Tips: Dibutuhkan ketekunan, gairah, dan kenekatan si kecil Harry Potter untuk membuat diri kita cukup yakin dalam menembus dunia penerbit sebagai penulis pemula. Hal ini berbeda dengan kecenderungan penulis pemula yang lain, dimana mereka justru hanya bermodal nekat dan terburu-buru menyerahkan naskah kepada penerbit seolah akan menerbitkannya di sebuah website atau blog saja. Ingat, Rowling menyelesaikan Harry Potter selama kurang lebih 17 tahun, dan selama itu pula ia mengasuh anaknya tanpa seorang suami.
5. Menulis ketika sedang bersemangat. Rowling lebih suka menulis di sepanjang malam, atau di café-café yang sepi sambil mendengarkan musik. Hal itu membuatnya tenggelam dalam imajinasi. Ketika menyelesaikan “Deathly Hallows”, dia menyewa sebuah kamar hotel sehingga dia bisa menulis akhir cerita tanpa gangguan sedikit pun.
Tips: Kita mungkin tak sanggup menyewa sebuah kamar hotel atau menulis semalaman suntuk, terlebih lagi jika memiliki kegiatan rutin di pagi hari. Tapi kita bisa menyusun jadwal sehingga nantinya akan menulis dengan energi yang optimal, kapan dan di mana pun berada.
Sekian dan jangan lupa mampir ke www.penulispro.com untuk tips copywriting lainnya ! Jangan lupa ya !! — with Zeest Zehra.
No comments:
Post a Comment